1. Pengertian
Ventilator
mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu yang
lama (Brunner and Suddarth, 2001).
Merawat
pasien pada ventilator mekanis telah menjadi bagian integral dari
asuhan keperawatan di unit perawatan kritis, di unit medikal bedah umum,
di fasilitas perawatan yang luas, dan bahkan di rumah. Perawat, dokter,
dan ahli terapis pernapasan harus mengerti masing-masing kebutuhan
pernapasan spesifik pasien dan bekerja bersama untuk membuat tujuan yang
realistis. Rumusan penting untuk hasil pasien yang positf termasuk
memahami prinsip-prinsip ventilasi mekanis dan perawatan yang dibutuhkan
dari pasien, juga komunikasi terbuka diantara tim perawatan kesehatan
tentang tujuan terapi, rencana penyapihan (weaning), dan toleransi
pasien terhadap perubahan dalam pengesetan ventilator.
2. Klasifikasi Ventilator
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan
berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum
adalah ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.
Sampai sekarang kategori yang paling umum digunakan adalah ventilator
tekanan-positif. Ventilator tekanan-positif juga termasuk klasifikasi
metoda fase inspirasi akhir (tekanan-bersiklus, waktu-bersiklus dan
volume-bersiklus).
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada
eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi
memungkinkan udara untuk mengalir ke dalam paru-paru, sehingga memenuhi
volumenya. Secara fisiologis, jenis ventilasi terbaru ini serupa dengan
ventilasi spontan. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal
nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovaskular seperti
poliomielitis, distrofimuskular, sklerosis lateral amiotrofik, dan
miasteniagravis. Penggunaannya tidak sesuai untuk pasien yang tidak
stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilatori
sering.
Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah digunakan dan tidak
membutuhkan intubasi jalan nafas pasien. Ventilator ini digunakan paling
sering untuk pasien dengan fungsi pernafasan borderline akibat
penyakit neuromuskular. Akibatnya, ventilator ini sangat baik untuk
digunakan di lingkungan rumah. Terdapat beberapa jenis ventilator
tekanan negatif: iron lung, body wrap, dan chest cuirass.
Drinker Respirator Tank (Iron Lung). Iron
Lung adalah bilik tekanan negatif yang digunakan untuk ventilasi. Alat
ini pernah digunakan secara luas selama epidemik polio pada masa lalu
dan sekarang digunakan oleh pasien-pasien yang selamat dari penyakit
polio dan kerusakan neuromuskular lainnya.
Body Wrap (Pneumowrap) dan Chest Cuirass (Tortoise Shell).
Kedua alat portabel ini membutuhkan sangkar atau shell yang kaku untuk
menciptakan bilik tekanan negatif disekitar toraks dan abdomen. Karena
masalah-masalah dengan ketepatan ukuran dan kebocoran sistem, jenis
ventilator ini hanya digunakan dengan hati-hati pada pasien tertentu.
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator
tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan
positif pada jalan nafas, serupa dengan mekanisme di bawah, dan dengan
demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Ekspirasi
terjadi secara pasif.
Pada
ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau trakeostomi.
Ventilator ini secara luas digunakan di lingkungan rumah sakit dan
meningkat penggunaannya di rumah untuk pasien dengan penyakit paru
primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif, yaitu:
1. Ventilator Tekanan-Bersiklus.
Ventilator
tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri
inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain, siklus
ventilator hidup, mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu
yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai, dan kemudian siklus mati.
Keterbatasan utama dengan ventilator jenis ini adalah bahwa volume
udara atau oksigen dapat beagam sejalan dengan perubahan tahanan atau
kompliens jalan napas pasien. Akibatnya adalah suatu
ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang dikirimkan dan
kemungkinan mengganggu ventilasi. Konsekuensinya, pada orang dewasa,
ventilator tekanan-bersiklus dimaksudkan hanya untuk penggunaan jangka
pendek di ruang pemulihan. Jenis yang paling umum dari ventilator jenis
ini adalah mesin IPPB.
2. Ventilator Waktu-Bersiklus
Ventilator
waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu
yang ditentukan. Volume udara yang diterima pasien diatur oleh
kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara. Sebagian besar
ventilator mempunyai frekuensi kontrol yang menentukan frekuensi
pernapasan, tetapi waktu-pensiklus murni jarang digunakn untuk orang
dewasa. Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi.
3. Ventilator Volume-Bersiklus
Ventilator
volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan-positif yang
paling banyak digunakan sekarang. Dengan ventilator jenis ini, volume
udara yang akan dikirimkan pada setiap inspirasi telah ditentukan. Mana
kala volume preset ini telah dikirimkan pada pasien, siklus ventilator
mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Dari satu nafas ke nafas
lainnya, volume udara yang dikirimkan oleh ventilator secara relatif
konstan, sehingga memastikan pernapasan yang konsisten, adekuat meski
tekanan jalan nafas beragam.
c. Gambaran dan Pengesetan Volume Vetilator
Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada
ventilator mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa nyaman
dan ”dalam harmoni” dengan mesin. Perubahan yang minimal dari dinamik
kardiovaskuler dan paru diharapkan. Jika volume ventilator disesuaikan
dengan tepat, kadar gas darah arteri pasien akan terpenuhi dan akan ada
sedikit atau tidak ada sama sekali gangguan kardiovaskuler.
Pengesetan awal ventilator setting :
1. Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang dibutuhkan (10-15 ml/kg).
2. Sesuaikan
mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah untuk
mempertahankan PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan ini dapat diatur
tinggi dan secara bertahap dikurangi berdasarkan pada hasil pemeriksaan
gas darah arteri.
3. Catat tekanan inspiratori puncak.
4. Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten) dan frekuwensi sesuai dengan program medik dokter.
5. Jika
ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensivitasnya
sehingga pasien dapat merangsang ventilator dengan upaya minimal
(biasanya 2 mmHg dorongan inspirasi negatif).
6. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dan PO2, setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
7. Sesuaikan
pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil pemeriksaan gas
darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh dokter.
8. Jika
pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking” ventilator
karena alasan yang tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia dan
ventilasikan manual pada oksigen 100% dengan bag resusitasi.
d. Indikasi Ventilasi Mekanis
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO2), peningkatan kadar karbondioksida arteri (PaCO2),
dan asidosis persisten (penurunan pH), maka ventilasi mekanis
kemungkinan diperlukan. Kondisi seperti pascaoperatif bedah toraks atau
abdomen, takar lajak obat, penyakit neuromuskular, cedera inhalasi,
PPOM, trauma multipel, syok, kegagalan multisistem, dan koma semuanya
dapat mengarah pada gagal nafas dan perlunya ventilasi mekanis. Kriteria
untuk ventilasi mekanis berfungsi sebagai pedoman dalam membuat
keputusan untuk menempatkan pasien pada ventilator. Pasien dengan apnea
yang tidak cepat pulih juga merupakan kandidat untuk ventilasi mekanis.
e. Komplikasi Ventilasi Mekanis
Pasien dengan ventilator mekanis memerlukan observasi, keterampilan dan
asuhan keperawatan berulang. Komplikasi yang dapat terjadi dengan
terapi ventilator ini adalah:
1. Komplikasi pada jalan nafas
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Kita
dapat meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengan mengamankan
selang, mempertahankan manset mengembang, dan melakukan penghisapan oral
dan selang kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang dan
distensi gastrik terjadi, jalan nafas harus diamankan sebelum memasang
selang nasogastrik untuk dekompresi lambung. Bila aspirasi terjadi
potensial untuk terjadinya SDPA meningkat.
Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein pada kedua
tangan, karena ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien sendiri dengan
aspirasi adalah komplikasi yang pernah terjadi. Selain itu
self-extubation dengan manset masih mengembang dapat menimbulkan
kerusakan pita suara.
Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh komplikasi intubasi meliputi:
a. Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
b. Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang, meningkatkan laju mortalitas.
c. Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal
Pnemonia Pseudomonas sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu
kemungkinan potensial dari alat terkontaminasi.
2. Masalah Selang Endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat
terjadi. Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke
telinga tengah dapat tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kapanpun
pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan
etiologi yang tidak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk
kemungkinan sumber infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama.
Stenosis trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset
diminimalkan. Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset kurang lebih
30 mm/Hg. Penurunan insiden stenosis dan malasia telah dilaporkan
dimana tekanan manset dipertahankan kurang lebih 20 mm/Hg. Bila edema
laring terjadi, maka ancaman kehidupan paskaekstubasi dapat terjadi.
3. Masalah Mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam
ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak
adekuat disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang atau
ventilator terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh
terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk,
atau tergigitnya selang endotrakeal.
Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan ventilasi
mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dan karena ventilasi
mekanis menyebabkan asidosis respiratori atau hipoksemia. Penilaian GDA
menentukan efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan, bahwa pasien PPOM
diventilasi pada nilai GDA normal mereka, yang dapat melibatkan kadar
karbondioksida tinggi.
4. Barotrauma
Ventilasi
mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam dada, menciptakan tekanan
positif selama inspirasi. Bila TEAP ditambahkan, tekanan ditingkatkan
dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan
robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area pleural,
menimbulkan tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien dapat
mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang
sakit. Tekanan ventilator menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran,
dengan terdengarnya bunyi alarm tekanan. Pada auskultasi, bunyi nafas
pada area yang sakit menurun atau tidak ada. Observasi pasien dapat
menunjukkan penyimpangan trakeal. Kemungkinan paling menonjol
menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang menimbulkan henti jantung
tanpa intervensi medis. Sampai dokter datang untuk dekompresi dada
dengan jarum, intervensi keperawatannya adalah memindahkan pasien dari
sumber tekanan positif dan memberi ventilasi dengan resusitator manual,
memberikan pasien pernafasan cepat.
5. Penurunan Curah Jantung.
Penurunan
curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain itu hipotensi adalah tanda lain dan
gejala dapat meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan
tingkat kesadaran, penurunan haluarana urine, nadi perifer lemah,
pengisian kapiler lambat, pucat, lemah, dan nyeri dada. Hipotensi
biasanya diperbaiki dengan meningkatkan cairan untuk memperbaiki
hipovolemia.
6. Keseimbangan air positif
Penurunan
aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor vagal
pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon
antidiuretik dari hipofise posterior. Penurunan curah jantung
menimbulkan penurunan haluaran urine melengkapi masalah dengan
merangsang respons aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas
secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang memerlukan jumlah
besar resusitasi cairan dapat mengalami edema luas, meliputi edema
sakral dan fasial.
Anymous. 2006. Ventilator mekanik. diakses dari http://wikipedia.org/wiki/Mechanical_ventilation pada tanggal 13 Desember 2010.
Anymous. 2008. Weaning from a ventilator diakses dari httpm://www/northeastcenter.com/weaning from a ventilator.htm pada tanggal 13 Desember 2010.
Hudak, Carolyn dkk.1997. Keperawatan Kritis Volume 1. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta: EGC
Wong, D.L. et all. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik vol 2. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar