A.  Iftitâh
Di setiap rumah seorang muslim, hampir bisa dipastikan terdapat mushaf al-Quran. al-Quran sebagai pedoman dan petunjuk bagi seorang muslim, adalah kitab yang mesti dimiliki. Sesuatu yang aneh ketika seorang muslim tidak memiliki al-Quran di rumahnya. Lebih mengherankan lagi ketika seorang muslim memiliki al-Quran, tetapi jarang atau bahkan tidak pernah membuka dan membacanya. al-Quran hanya disimpan, entah sebagai pajangan, hiasan, atau bahkan hanya dibiarkan tergeletak atau bertumpuk dengan buku-buku lain yang ada. Jika fenomenanya seperti ini, jangan tanya apakah paham akan kandungan al-Quran atau tidak.
Mungkin inilah fenomena yang sering kita temui. Fenomena yang memprihatinkan sekaligus membahayakan. Allah Subhânahu wa Ta’âla mengingatkan kepada kita dalam al-Quran,
لَوْ أَنزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Kalau sekiranya kami menurunkan al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS al- Hasyr, 59: 21)
Kita tentu yakin dengan seluruh ayat al-Quran, termasuk ayat di atas. Namun pertanyaannya, apakah hati kita tunduk khusyu dan takut ketika membaca al-Quran? Gunung saja yang Allah tidak berikan akal dan matahati sebagaimana kita, akan tunduk hingga terpecah belah seandainya al-Quran diturunkan kepadanya. Kita malah mengabaikan dan menjauhkan al-Quran dari kehidupan. Kalaupun kita membacanya, al-Quran yang kita baca tidak meninggalkan bekas di hati, dan hampir tidak ada bedanya dengan kitab atau buku-buku lain.
B.  Apa Yang Salah?
Al-Quran tidak mungkin salah, jadi satu-satunya kemungkinan, kesalahan itu ada pada diri kita. Bagaimana kita mendudukkan al-Quran dalam hati kita, bagaimana cara kita berinteraksi dengan al-Quran, mungkin ini yang harus kita perbaiki.
Untuk membuka pintu, tentu diperlukan kunci. Begitu juga halnya ketika kita ingin membuka makna-makna al-Quran yang agung, tentu diperlukan kunci. Kunci yang akan menghantarkan kita pada kekhusyuan, kunci yang akan melahirkan ketakutan kepada Allah, ketika kita bisa memahami dan mentadabburi ayat-ayat al-Quran dengan sepenuh jiwa.
C.  Kunci-kunci Tadabbur
Kunci Pertama: Cinta Kepada al-Quran
Ketika kita bicara cinta, maka kita bicara hati. Hati adalah anugerah dari Allah sebagai alat untuk memahami dan berpikir. Hati ini berada di tangan Allah yang dibolak-balikkan sesuai kehendak-Nya. Maka, kita sangat membutuhkan Rabb kita, agar berkenan membukakan hati kita guna memahami dan menyelami kandungan al-Quran.
Seseorang yang diberi rasa cinta terhadap sesuatu, maka akan melabuhkan dan menambatkan hatinya pada sesuatu tersebut. Dia akan selalu bersemangat ingin bertemu dan dekat dengannya. Contoh dalam kehidupan sehari-hari bisa kita lihat. Seorang anak yang cinta pelajaran, dia lebih mudah mengerti dan memahami pelajaran, dibandingkan dengan anak yang tidak cinta dan malas-malasan. Maka, cinta inilah yang harus ditanamkan dalam hati kita, dengan memohon kepada Allah dan dengan upaya kita tanpa lelah.
Untuk mengetahui apakah kita cinta al-Quran atau tidak, kita harus mengetahui tanda-tandanya. Tanda-tanda tersebut, di antaranya:
  1. Bahagia ketika bertemu dengannya.
  2. Duduk bercengkrama lama dengannya tanpa merasa jenuh.
  3. Rindu jika lama tak bertemu karena kesibukan yang menghalangi, serta selalu berusaha menghilangkan apapun penghalang untuk berjumpa dengan al-Quran.
  4. Selalu minta petunjuknya, percaya dan puas dengan pengarahannya dan selalu merujuk kepadanya bila mendapatkan permasalahan hidup, baik yang berat ataupun yang ringan.
  5. Selalu menaatinya, dalam hal perintah dan larangannya.
Abu Ubaid rahimahullâh berkata: “Janganlah seorang hamba bertanya kepada dirinya kecuali tentang al-Quran. Maka apabila ia mencintai al-Quran, berarti ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.”
Kunci Kedua: Meluruskan Tujuan Membaca Alqur’an
Lima tujuan yang kita hadirkan ketika membaca al-Quran, yaitu:
  1. Memperoleh ilmu
  2. Bertujuan untuk mengamalkannya
  3. Bermunajat dan memohon kepada Allah
  4. Mengharap pahala
  5. Berobat
Ketika kita membaca al-Quran dengan menggabungkan lima tujuan agung ini di dalam hati, maka pahalanya akan lebih besar dan manfaatnya akan lebih banyak. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى…
“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan…”
(Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim, dari Umar ibn al-Khaththab)
Maka setiap kali niat itu lebih ikhlas, lebih murni, lebih tinggi nilainya maka pahala dan hasilnya pun akan lebih besar.
Kunci Ketiga: Membaca al-Quran Ketika Shalat
Shalat adalah ‘rumah idaman’ bagi aktivitas tadabbur dan mengambil manfaat al-Quran. Dengan shalat, akan mengingatkan pada ayat-ayat al-Quran, sehingga akan selalu hadir dalam hati di setiap waktu.  Di antara begitu banyak dalil dari al-Quran dan Hadits yang menunjukkan keutamaan kunci shalat ini adalah:
Sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
وَإِذَا قَامَ صَاحِبُ الْقُرْآنِ فَقَرَأَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ذَكَرَهُ وَإِذَا لَمْ يَقُمْ بِهِ نَسِيَهُ
“Apabila orang yang selalu menyertai al-Quran, shalat dan membacanya sepanjang malam dan siang hari maka ia akan selalu mengingatnya. Dan apabila ia tidak menggunakannya ketika shalat, maka ia akan melupakannya.” (Hadis Riwayat, dari Abdullah bin Umar)
Firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (١) قُمِ اللَّيْلَ إِلاَّ قَلِيلاً (٢) نِصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلاً (٣) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلاً (٤) إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلاً ثَقِيلاً (٥) إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْءًا وَأَقْوَمُ قِيلاً (٦)
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu, Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS al-Muzzammil, 73: 1-6)
Kunci Keempat: Membaca al-Quran Waktu Malam
Waktu yang paling utama untuk berdzikir adalah malam hari, terutama ketika waktu sahur. Waktu ini adalah waktu yang barakah karena waktu turunnya Rabb dan dibukanya pintu langit. Pada saat ini juga, ingatan berada dalam tingkat yang paling maksimal, karena suasana hening dan tenang. Para pembaca al-Quran seharusnya memanfaatkan kesempatan ini, untuk memantapkan iman dan ilmunya. Sejarah mencatat, bahwa kemenangan kaum muslimin diperoleh ketika pasukannya terbiasa membaca al-Quran di malam hari. Mereka “rahib di malam hari dan penunggan kuda di siang hari”.
Firman Allah menunjukkan bahwa bacaan di malam hari merupakan salah satu kunci tadabbur al-Quran,
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS al- Isrâ, 17: 79)
Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman:
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْءًا وَأَقْوَمُ قِيلاً
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS al-Muzzammil, 73: 6)
Kunci Kelima: Mengkhatamkan al-Quran Setiap Pekan
Semakin sering kita membaca al-Quran disertai dengan pengulangan, maka hal ini akan memperkuat tertanamnya makna-makna al-Quran dalam jiwa kita. Rasulullah dan para shahabat senantiasa melaksanakan hal ini. Banyak nash (teks) yang mengemukakan hal ini, di antaranya sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ نَامَ عَنْ حِزْبِهِ أَوْ عَنْ شَىْءٍ مِنْهُ فَقَرَأَهُ فِيمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْفَجْرِ وَصَلاَةِ الظُّهْرِ كُتِبَ لَهُ كَأَنَّمَا قَرَأَهُ مِنَ اللَّيْلِ
“Barangsiapa yang tertidur dan lupa membaca satu hizb al-Quran atau sebagian darinya, lalu membacanya antara shalat fajar dan shalat zhuhur, maka ditulis baginya seakan-akan ia membacanya satu malam penuh.” (HR Muslim dari Umar ibn al-Khaththab)
Kebanyakan shahabat radhiyallâhu anhum dan para salafush shâlih -–orang-orang yang diasusimkan paling menghayati, mentadabburi serta mengamalkan ayat – ayat al-Quran — mengamalkan kunci ini. Iabdullan bin Mas’ud radhiyallâhu anhu berkata: “Janganlah al-Quran itu dikhatamkan kurang dari tiga hari. Khatamkanlah dalam tujuh hari sekali, dan hendaklah dijaga hizbnya (tanda penunjuk bacaannya).” Kemudian Imam as-Suyuthi juga mengatakan: “Ini merupakan perkara yang tengah-tengah dan yang paling baik. Amalan ini dilakukan oleh mayoritas para shahabat dan lainnya.”
Hendaklah konsisten dalam menjalankan aktivitas ini. Karena ketika satu amalan yang ditinggalkan tapi kemudian tidak diganti di waktu lain, maka ini menunjukkan bahwa amalan itu menurut kita tidak penting.
Kunci Keenam: Menghafal al-Quran
Para penghafal al-Quran ibaratkan seorang yang dalam perjalanan dengan berbekal kurma, ia bisa memakannya kapan saja selama dalam perjalanan. Berbeda dengan seseorang yang tidak memiliki hafalan, ia ibaratkan seorang yang membawa tepung . Ketika ia ingin makan, maka ia harus berhenti dari perjalannya untuk membuat adonan, menyiapkan tungku, dan membuat roti. Baru kemudian ia bisa makan.
Orang yang hafal al-Quran, dia lebih mudah untuk merenungi dan menghayati Al Qur’an, karena al-Quran telah mendarah daging di dalam tubuhnya dan mudah untuk menghadirkannya kapan saja dan di mana saja. Oleh karena itu Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mencela orang yang sama sekali tidak hafal al- Quran.
Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الَّذِي لَيْسَ فِي جَوْفِهِ مِنَ الْقُرْآنِ شَيْءٌ كَالْبَيْتِ الْخَرِبِ
“Sesungguhnya orang yang di dalam dirinya tidak ada Alqur’an walaupun sedikit, dia itu seperti rumah yang telah usang” (HR atTirmidzi, dari Abdullah bin Abbas. Beliau [at-Tirmidzi] berkata bahwa hadits ini: “hasan”)
Kunci Ketujuh: Mengulang-ulang Ayat  
Semakin sering kita mengulang ayat-ayat yang kita baca maka akan bertambah pemahaman kita akan makna ayat yang dikandung.  Ab dullah bin Mas’ud radhiyallâhu ‘anhu mengatakan: “Janganlah kalian baca al-Quran ini dengan cepat dan janganlah kalian tebarkan ‘ia’ (al-Quran) ibarat kalian menebarkan kurma yang jelek (tanpa dipahami). Berhentilah pada setiap yang menakjubkan yang ada di dalamnya dan getarkanlah hati kalian dengannya. Dan janganlah salah seorang kalian obsesinya hanya akhir surat saja.”
Abu Dzar radhiyallâhu ‘anhu menceritakan, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat malam hingga shubuh dengan mengulang-ulang satu ayat, yaitu ayat:
إِن تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِن تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS al-Mâidah, 5: 118)
Kunci Kedelapan: Mengaitkan Ayat dengan Realita
Maksudnya adalah menempatkan ayat pada situasi dan kondisi keseharian setiap kita. Caranya adalah dengan selalu mengamalkan al-Quran pada setiap peristiwa sepanjang siang dan malam yang kita lalui, sehingga al-Quran senantiasa hidup dalam hati.
Kunci Kesembilan: Membaca dengan Tartil
Membaca dengan tartil, artinya: membaca dengan perlahan tidak tergese-gesa.  Allah Ta’ala telah memerintahkan kita semua untuk membaca al-Qur’an secara tartil,
…وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلاً
“…dan bacalah al-Quran itu dengan tartil [perlahan-lahan]” (QS al-Muzzammil, 73: 4)
Ibnu Katsir rahimahullâh menjelaskan ayat ini: “Maksudnya adalah, bacalah dengan pelan dan tidak tergesa-gesa, karena yang seperti itu membantu sekali dalam memahami dan menghayati al-Quran. “
Kunci Kesepuluh: Mengeraskan Bacaan al-Quran
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita umatnya agar memperbagus lantunan al-Quran dan mengeraskan bacaannya. Dari Abu Hurairah radhiyallâhu anhu bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ وَزَادَ غَيْرُهُ يَجْهَرُ بِهِ
 “Bukanlah termasuk dari golongan kami orang yang tidak melantunkan al-Quran, dan sahabatnya menambahkan [dengan menjelaskan maksudnya], yaitu: dengan mengeraskan bacaannya.(HR al-Bukhari dari Abu Hurairah)
Abdullah binAbbas radhiyallâhu anhu berkata kepada orang yang membaca al-Quran dengan cepat: “Kalau kamu membaca al-Quran, maka bacalah dengan bacaan yang bisa didengar telingamu dan difahami mata hatimu.”
Bagi siapa saja yang dapat mengamalkan kunci-kunci ini, insyâallâh akan melihat cahaya al-Quran dengan mata hatinya, dan akan menjadi wali-wali (orang-orang yang dicintai) Allah yang tidak khawatir dan bersedih hati. Mereka inilah yang dipuji Allah dalam firman-Nya:
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَن خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, Yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS Maryam, 19: 58)
Kita memohon kepada Allah dengan segala nikmat dan keutamaan-Nya, semoga kita semua bisa memahami, menghayati, mentadabburi dan mengamalkan ayat-ayat al-Quran. Dan (semoga) kita (juga) mendapatkan syafaat dari Allah melalu bacaan al-Quran kita. Âmîn.
Wallâhu A’lam bish-Shawâb.
(Dikutip dan diselaraskan dari buku yang berjudul: Kunci-kunci Tadabbur al-Quran, karya Dr. Khalid bin Abdul Karim al-Lâhim, dalam http://www.belajarislam.com/sepuluh-kunci-tadabbur-al-quran-bagian-i/ dan http://www.belajarislam.com/sepuluh-kunci-tadabbur-al-quran-bagian-ii/)